Berikut ini adalah manfaat ilmu sejarah untuk
ilmu-ilmu sosial , :
1. Sejarah sebagai
kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu social
Max Weber (1864-1920) dalam medotologi ilmu-ilmu
social menggunakan ideal type ( tipe
yang abstrak ) untuk mempermudah penelitian yang sangat berguna bagi sejarawan.
Namun, ketika dihadapkan pada kenyataan historis yang factual, ternyata tipe
ideal itu banyak yang tidak memiliki dasar factual.
Buku the religion of china yang
ditulis oleh Max Weber, banyak mendapat kecaman karena mengandung kelemahan,
Weber tidak peka dengan periodisasi sejarah. Dalam buku itu dia membuat
kesimpulan-kesimpulan umum mengenai China dengan menghubungkan fakta-fakta dari
periode yang berlainan.
Buku Kal Wittfogel, oriental despotism,
yang berisi teori tentang hydraulic society yang diambil dari studi tentang adanya despotisme dalam masyarakat
pegguna air sungai di sekitar sungai-sungai Nil< Indus dan Yang Tse Kiang.
Disana bisa timbul raja yang berkuasa mutlak untuk membagikan air. Bila teori hydraulic
society itu akan dipakai untuk menganalisis birokrasi di Jawa, misalnya
pertanyaan apakah tempat ini benar-benar ada teori hydraulic society
harus dijawab. Memang di Jawa ada patrimonalisme, tetapi kekerasan dan
kekejaman yang ada sifatnya individual, tidak masal sebab di Jawa raja tidak bisa
membiayai tentara yang jumlahnya besar. Ketika Sultan Agung menyerbu Batavia
pada 1628, ia menggunakan bupati pantai utara Bahureksa. Sedangkan di Bali
teori itu akan dihadapkan pada fakta sejarah karena urusan air di Bali diatur
oleh lembaga Subak bukan oleh negara.
2.
Permasalahan
sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu social
Untuk Indonesia, banyak tulisan sudah dikerjakan
oleh sosiologi pedesaan dengan permasalahan Tanam
Paksa. Soedjito Sosrodihardjo menulis tentang struktur masyarakat
Jawa, dan Loekman Sosrodihardjo sudah menulis tentang Perubahan Pedesaan,
kedua-duanya adalah sosiolog.
Buku Barrington Moore, Jr., Social Origins
of Dictatorship and Democracy: Lord and Peasant in the Making of the Modern
World yang membuat generalisasi
tentang revolusi Inggris, Perancis, Amerika, Cina, Jepang dan India. Barrington
Moore, Jr., membuat generalisasi tentang tiga jalan menuju dunia modern.
Jalan pertama ialah gabungan antara kapitalisme dan demokrasi parlementer, seperti
ditempuh Revolusi Puritan, Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika. Jalan kedua
ialah juga kapitalisme tetapi peran negara sangat dominan sehingga ada revolusi
dari atas yang bermuara pada fasisme, seperti yang dialami oleh Jerman dan
Jepang , jalan ketiga ialah lewat komunisme, seperti yang dialami oleh Rusia
dan Cina. Adapun India tidak mengalami revolusi borjuism revolusi konservatif
dan revolusi komunis. Oleh karena itu India mengalami stagnasi pada tahun
1960-an.
3.
Pendekatan
sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial
yang sinkronis
Buku Clifford
Geertz, yang berjudul Agricultural Involution: The Process of
Ecological Change in Indonesia dan The Social History of an
Indonesian Town. Buku pertama
Greetz melakukan analisis atas perubahan ekologi di Jawa. Dengan membedakan
Indonesia dalam dan Indonesia luar yang mempunyai ekologi yang berbeda yaitu
sawah dan ladang, Greetz bertanya mengapa Jawa dapat menampung pertambahan
penduduk. Kuncinya terletak karena sejak abad 19 di Jawa ditanam tebu yang
ternyata tebu bisa bersimbiosis dengan padi.
Dalam bukunya yang kedua
Greetz melukiskan bahwa kota Mojokuto yang ditelitinya berdiri pada abad ke 19
di jalan di mana perusahaan-perusahaan pertanian mulai beroperasi. Kota itu dapat
menjadi contoh bagi banyak kota diujung Jawa Timur, yang merupakan wilayah
frontier yang baru dibuka bersamaan dengan pembukaan perkebunan. Penduduk
kota-kota itu adalah migrasi dari tempat-tempat
lain yang tenaga kerjanya mengalami tekanan karena tanam paksa.
Pengaruh
ilmu sosial pada sejarah dapat kita golongkan ke dalam 4 macam yaitu:
Penggunaan ilmu sosial dalam sejarah
itu bervariasi. Variasi itu ialah
1. Yang menolak sama sekali
2. Yang menggunakan secara implisit
3. Yang menggunakan secara eksplisit
4. Yang
campuran dan kekaburan batas
Yang
menolak sama sekali penggunaan ilmu-ilmu sosial berpendapat:
1. Karena penggunaan ilmu sosial akan
berarti hilangnya jati diri sejarah sebagai ilmu yang diakui keberadaannya,
jadi sejarah cukup dengan common sense (akal sehat, nalar umum, akal
sehari-hari) dan penggunaan dokumen secara kritis.
2. Karena penggunaan ilmu-ilmu sosial hanya
akan menjadikan sejarah sebagai ilmu yang tertutup secara akademis dan
personal. Secara akademis, tanpa ilmu
sosial, sejarah bersifat multidisipliner sedangkan dengan ilmu sosial, sejarah
akan kehilangan sifat kemandiriannya sebagai the ultimate
interdisciplinarian. Secara personal,
sejarah akan punya peristilahan teknis dan ini tidak menguntungkan.
Adapun penggunaan ilmu-ilmu sosial
meliputi:
1. Konsep
Bahasa
Latin conceptus berarti gagasan atau ide.
Sadar atau tidak, sejarawan banyak menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial.
2. Teori
Bahasa
Yunani theoria berarti, diantaranya, “kaidah yang mendasari gejala, yang sudah
melalui verifikasi”; ini berbeda dengan hipotesis. Teori-teori dalam ilmu sosial banyak
digunakan oleh sejarawan untuk membantu mengungkap sejarah.
3. Permasalahan
Dalam
sejarah banyak sekali permasalahan ilmu-ilmu sosial yang dapat diangkat menjadi
topik-topik penelitian sejarah.
4. Pendekatan
Pendekatan
ilmu sosial digunakan oleh semua tulisan sejarah yang melibatkan penelitian
suatu gejala sejarah dengan jangka yang relative panjang (aspek diakronis) dan
yang melibatkan penelitian aspek ekonomi, masyarakat, atau politik (aspek
sinkronis).